Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat pengawasan terhadap bisnis fintech lending di tengah maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal.
OJK mencatat jumlah pinjol ilegal yang berhasil diblokir mencapai 4.000 platform.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar mengatakan jumlah pinjol ilegal tersebut lebih besar ketimbang yang mengantongi izin.
Adapun pinjol legal hanya berjumlah 102 platform.
“Industri ini masih baru.
Kami atur belum ada 6 tahun lalu,” ujar Munawir, Kamis, 22 September 2022.
Adapun dalam mengatur bisnis fintech lending, OJK menuntut penyelanggara pinjaman legal perlu memiliki sistem elektronik yang andal.
Tujuannya untuk menghindari server down.
“Misal sudah bayar tapi enggak ke-record.
Kasihan penggunanya,” ujar Munawir.
Selain itu, Munawir berujar, penyelenggara pinjol harus memiliki ekuitas Rp 12,5 miliar agar tetap hidup.
OJK juga mengatur besaran bunga maksimal, isi perjanjian antara peminjam dan pemberi pinjam, termasuk mengatur soal akses dan perlindungan data pribadi.
“Apalagi UU Perlindungan Data Pribadi baru kemarin diketok.
Jadi enggak bisa main-main,” ujarnya.
Munawir menyatakan OJK membuat sejumlah larangan.
Salah satunya tentang sistem penagihan pinjaman.
“Tidak boleh nagih dengan mengancam.
Tidak boleh intimidasi,” kata dia.
Sementara itu soal pengawasan, Munawir menyebut OJK melakukannya secara onsite dan offsite, kemudian memperhatikan laporan dan keluhan stakeholder.
Termasuk, melakukan pengawasan antipencucian uang dan pendanaan teroris.
Sementara itu ihwal penegakan aturan, OJK melakukannya dengan pembinaan dan pemberian sanksi.
“Sanksi peringan satu, peringatan dua, hingga pencabutan izin,” kata Munawir.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini